Lompat ke isi

Angin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pieter Kluyver (1816–1900)

Angin adalah pergerakan udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.[1] Pembentukan arah angin terjadi karena perbedaan tekanan udara di dua tempat berbeda. Aliran angin berasal dari tempat yang memiliki tekanan udara tinggi menuju ke tempat yang bertekanan udara rendah.[2] Terjadinya angin dipengaruhi oleh rotasi bumi bersamaan dengan proses pemanasan suatu wilayah oleh matahari.[3] Angin diberi nama berdasarkan asal datangnya, seperti angin darat, angin lembah, dan angin gunung. Kekuatan angin dimanfaatkan dalam berbagai kegiatan di kehidupan manusia. Penduduk yang tinggal di pesisir pantai memanfaatkan angin ketika akan pergi melaut dengan kapal layar.[3] Angin juga berguna untuk menerbangkan mainan layang-layang. Angin bisa dimanfaatkan untuk menjadi sumber energi terbarukan melalui pembangkit listrik tenaga bayu (pembangkit listrik tenaga angin, ladang angin). Proses terjadinya angin tidak lepas dari hubungan antara tekanan udara dan suhu. Apabila dipanaskan, udara memuai. Udara yang memuai menjadi lebih ringan dan tekanan udara turun karena kepadatan udara berkurang. Udara dingin kemudian mengalir ke tempat yang bertekanan rendah tersebut. Aliran naik udara panas dan turun udara dingin ini dinamakan konveksi.[4] Kecepatan angin dinyatakan dalam satuan knot. Sedangkan arah mata angin terbagi menjadi delapan yaitu utara, selatan, barat, timur, tenggara, barat laut, timur laut, dan barat daya.[5]

Faktor terjadinya angin

[sunting | sunting sumber]

Faktor terjadinya angin, yaitu:[6]

Anemometer, alat pengukur kecepatan angin
Gradien barometris
Gradien barometris adalah bilangan yang menunjukkan perbedaan tekanan udara antara 2 isobar.[7] Jarak antar isobar adalah 111 km. Semakin besar gradien barometris, semakin cepat tiupan angin.
Letak tempat
Kecepatan angin di wilayah yang dekat dengan khatulistiwa lebih cepat daripada wilayah yang jauh dari khatulistiwa.
Tinggi tempat
Semakin tinggi tempat, semakin kencang angin yang bertiup. Hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya gesek yang menghambat laju udara. Topografi tidak rata di permukaan bumi seperti gunung, bukit, dan pohon memberikan gaya gesek yang besar. Semakin tinggi suatu tempat, gaya gesek semakin kecil.
Waktu
Angin bergerak lebih cepat pada siang hari daripada malam hari

Tipe-Tipe Angin

[sunting | sunting sumber]

Angin laut

[sunting | sunting sumber]

Angin laut (bahasa Inggris: sea breeze) adalah angin yang bertiup dari arah laut ke arah darat yang umumnya terjadi pada siang hari kira-kira dari pukul 09.00 sampai pukul 16.00 di daerah pesisir pantai. Angin ini biasa dimanfaatkan para nelayan untuk pulang dari menangkap ikan di laut. Angin laut ini terjadi pada siang hari. Karena air mempunyai kapasitas panas yang lebih besar daripada daratan, sinar matahari memanasi laut lebih lambat daripada daratan. Ketika suhu permukaan daratan meningkat pada siang hari, udara di atas permukaan darat meningkat pula akibat konduksi. Tekanan udara di atas daratan menjadi lebih rendah karena panas, sedangkan tekanan udara di lautan cenderung masih lebih tinggi karena lebih dingin. Akibatnya terjadi gradien tekanan dari lautan yang lebih tinggi ke daratan yang lebih rendah, sehingga menyebabkan terjadinya angin laut, di mana kekuatannya sebanding dengan perbedaan suhu antara daratan dan lautan. Namun, jika ada angin lepas pantai yang lebih kencang dari 8 km/jam, maka angin laut tidak terjadi.[8]

Angin darat

[sunting | sunting sumber]

Angin darat (bahasa Inggris: land breeze) adalah angin yang bertiup dari arah darat ke arah laut yang umumnya terjadi pada saat malam hari dari jam 20.00 sampai dengan jam 06.00 di daerah pesisir pantai. Angin jenis ini bermanfaat bagi para nelayan untuk berangkat mencari ikan dengan perahu bertenaga angin sederhana. Pada malam hari daratan menjadi dingin lebih cepat daripada lautan, karena kapasitas panas tanah lebih rendah daripada air. Akibatnya perbedaan suhu yang menyebabkan terjadinya angin laut lambat laun hilang dan sebaliknya muncul perbedaan tekanan yang berlawanan karena tekanan udara di atas lautan yang lebih panas itu menjadi lebih rendah daripada daratan, sehingga terjadilah angin darat, khususnya bila angin pantai tidak cukup kuat untuk melawannya.[9]

Angin gunung

[sunting | sunting sumber]

Angin gunung adalah angin yang bertiup dari puncak gunung ke lembah gunung dan terjadi pada malam hari.

Angin lembah

[sunting | sunting sumber]

Angin lembah adalah angin yang bertiup dari arah lembah ke arah puncak gunung dan terjadi pada siang hari.

Angin fohn

[sunting | sunting sumber]

Angin fohn (angin lokal, angin terjun, angin jatuh) (bahasa Inggris: foehn wind) adalah angin yang terjadi seusai hujan orografis. Angin bertiup pada suatu wilayah dengan temperatur dan kelengasan yang berbeda. Angin fohn terjadi karena ada gerakan massa udara yang naik pegunungan yang tingginya lebih dari 200 meter di satu sisi lalu turun di sisi lain. Ketika naik, angin mengalami proses pendinginan dan uap air yang terbentuk turun sebagai hujan orografis. Ketika angin menuruni lembah, kenaikan tekanan menaikkan suhu udara yang terbawa melalui proses adiabatik.[10]

Angin fohn yang jatuh dari puncak gunung bersifat panas dan kering, karena uap air sudah dibuang pada saat hujan orografis. Angin fohn dapat terjadi di Kepulauan Biak dan Eropa tengah dan Eropa selatan. Biasanya angin ini bersifat panas merusak dan dapat menimbulkan korban. Tanaman yang terkena angin fohn bisa mati karena kekeringan.[11] Efek terhadap manusia yaitu penurunan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dan penurunan kesehatan mental.[12][13]

Angin Muson

[sunting | sunting sumber]

Angin Muson (bahasa Inggris: monsoon) adalah angin yang berhembus secara periodik (minimal 3 bulan) dan antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan yang berganti arah secara berlawanan setiap setengah tahun. Biasanya pada setengah tahun pertama bertiup angin darat yang kering dan setengah tahun berikutnya bertiup angin laut yang basah.

Pada bulan Oktober – April, matahari berada pada belahan langit Selatan, sehingga benua Australia lebih banyak memperoleh pemanasan matahari dari benua Asia. Akibatnya di Australia terdapat pusat tekanan udara rendah (depresi) sedangkan di Asia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi (kompresi). Keadaan ini menyebabkan arus angin dari benua Asia ke benua Australia.

Di Indonesia angin ini merupakan angin musim Timur Laut di belahan bumi Utara dan angin musim Barat di belahan bumi Selatan. Oleh karena angin ini melewati Samudra Pasifik dan Samudra Hindia maka banyak membawa uap air, sehingga di Indonesia terjadi musim penghujan. Musim penghujan meliputi seluruh wilayah Indonesia, hanya saja persebarannya tidak merata. makin ke timur curah hujan makin berkurang karena kandungan uap airnya makin sedikit.

Pada bulan April-Oktober, matahari berada di belahan langit utara, sehingga benua Asia lebih panas daripada benua Australia. Akibatnya, di asia terdapat pusat-pusat tekanan udara rendah, sedangkan di Australia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi yang menyebabkan terjadinya angin dari Australia menuju Asia.

Di Indonesia terjadi angin musim Timur di belahan bumi Selatan dan angin musim barat daya di belahan bumi utara. Oleh karena tidak melewati lautan yang luas maka angin tidak banyak mengandung uap air oleh karena itu di indonesia terjadi musim kemarau, kecuali pantai barat Sumatra, Sulawesi Tenggara, dan pantai selatan Papua.

Antara kedua musim tersebut ada musim yang disebut musim pancaroba (peralihan), yaitu musim kemareng yang merupakan peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau, dan musim labuh yang merupakan peralihan musim kemarau ke musim penghujan. Adapun ciri-ciri musim pancaroba yaitu: Udara terasa panas, arah angin tidak teratur dan terjadi hujan secara tiba-tiba dalam waktu singkat dan lebat.

Angin Munson dibagi menjadi 2, yaitu Munson Barat atau dikenal dengan Angin Musim Barat dan Munson Timur atau dikenal dengan Angin Musim Timur

Angin Musim Barat

[sunting | sunting sumber]

Angin Musim Barat/Angin Muson Barat adalah angin yang berembus dari Benua Asia (musim dingin) ke Benua Australia (musim panas) dan mengandung curah hujan yang banyak di Indonesia bagian barat, hal ini disebabkan karena angin melewati tempat yang luas, seperti perairan dan samudra. Contoh perairan dan samudra yang dilewati adalah Laut China Selatan dan Samudra Hindia. Angin Musim Barat menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan.

Angin ini terjadi antara bulan Oktober sampai bulan April di Indonesia terjadi musim hujan.

Angin Musim Timur

[sunting | sunting sumber]

Angin Musim Timur/Angin Muson Timur adalah angin yang mengalir dari Benua Australia (musim dingin) ke Benua Asia (musim panas) sedikit curah hujan (kemarau) di Indonesia bagian Timur karena angin melewati celah- celah sempit dan berbagai gurun (Gibson, Australia Besar, dan Victoria). Ini yang menyebabkan Indonesia mengalami musim kemarau. Terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus, dan maksimal pada bulan Juli.

Pergerakan

[sunting | sunting sumber]

Aliran angin dalam jumlah yang besar merupakan akibat dari adanya rotasi bumi, perbedaan suhu dan perbedaan tekanan udara antara dua tempat dengan kecepatan yang dinamis dan fluktatif. Proses pengaliran angin merupakan perpindahan massa udara dari satu tempat ke tempat lainnya secara mendatar atau hampir mendatar. Pengaruh perputaran bumi terhadap angin disebut dengan efek Coriolis. Pergerakan angin yang searah jarum jam dan berlawanan arah dengan jarum jam disebabkan oleh efek Coriolis. Angin bergerak mengitari daerah bertekanan rendah di belahan bumi bagian selatan dengan searah jarum jam. Sebaliknya, angin bergerak berlawanan arah jarum jam mengitari daerah bertekanan rendah di belahan bumi bagian utara.[14]

Pengukuran

[sunting | sunting sumber]

Angin di permukaan diukur dengan menggunakan anemometer. Alat ukur dipasang pada ketinggin 10 meter dari permukaan Bumi. Anemometer mengukur kecepatan dalam satuan m/detik atau knot. Selain itu, anemometer juga memberikan informasi dari arah angin.[15] Arah angin dinyatakan dengan derajat. Angin dari arah utara dinyatakan dengan 360 derajat, dari arah timur dengan 90 derajat, dari arah selatan dengan 180 derajat dan dari arah barat dengan 270 derajat. Sedangkan angin yang sangat lemah dan tidak dapat dipastikan arahnya ditandai dengan 0 derajat.[16] Energi angin setara dengan kecepatannya. Tingkat kekuatan angin ditentukan berdasarkan skala Beaufort, sedangkan kecepatan angin dirumuskan berdasarkan skala Beaufort oleh George Simpson.[17]

Peternakan

[sunting | sunting sumber]

Angin dapat mempengaruhi suhu udara, kelembapan udara dan pergerakan awan. Arah angin berpengaruh terhadap pembawaan uap air yang yang membentuk awan dan dapat menyebabkan hujan. Ternak yang terkena oleh angin akan mengalami pelepasan panas tubuh pada permukaan kulit. Pelepasan panas pada tubuh ternak terjadi lebih cepat jika suhu udara di tingkat yang sedang dan kecepatan angin di tingkat yang tinggi. Angin juga membantu proses penyebaran biji tumbuhan, penyerbukan dan pembuahan pada tanaman. Pertumbuhan tanaman yang dibantu oleh angin membuat proses regenerasi tanaman dapat terus berlangsung. Selain itu, angin juga dapat menjadi media penyebaran penyakit pada ternak dan tanaman.[18]

Pengaturan cuaca

[sunting | sunting sumber]

Dalam ilmu cuaca, angin dimanfaatkan untuk pemindahan panas dan pemindahan uap air. Angin dimanfaatkan untuk membuatkan keseimbangan neraca radiasi matahari dengan melakukan pemindahan panas dari garis lintang rendah ke garis lintang tinggi. Panas yang dipindahkan dalam bentuk yang dapat diukur maupun yang tersimpan dari garis lintang rendah ke lintang yang lebih tinggi. Sedangkan pemanfaatan angin untuk pemindahan uap air dilakukan untuk menyediakan kebutuhan air yang turun kembali sebagai hujan, kabut, ataupun embun. Uap air yang dipindahkan berasal dari laut dan ditempatkan ke daratan.[19]

Pembentukan hujan

[sunting | sunting sumber]

Embusan angin membawa air yang banyak. Air ini kemudian berubah menjadi uap air. Pada tekanan tertentu, uap air berubah menjadi awan. Setelah menjadi awan, uap air berubah menjadi tetes air yang kemudian jatuh ke permukaan Bumi menjadi hujan.[20]

Prinsip Angin

[sunting | sunting sumber]

Perbedaan nilai densitas menjadi penyebab perbedaan arah datangnya angin. Angin berasal dari daerah dengan densitas besar menuju ke daerah dengan densitas kecil. Kedatangan angin digambarkan sebagai sebuah gradien tekanan menurun. Pernyataan tentang arah angin dinyatakan sebagai garis lurus yang serenjang dengan isobar. Garis lurus akan tetap serenjang dengan isobar jika hanya gradien tekanan yang bekerja. Adanya efek Coriolis akibat rotasi Bumi membuat gerakan udara memiliki kemiringan dan memotong garis-garis isobar dengan sudut yang kecil.[21] Perubahan gradien tekanan menunjukkan nilai kecepatan angin. Kecuraman gradien tekanan menandakan angin bergerak dengan kecepatan tiinggi. Tingkat kecuraman gradien tekanan ditentukan melalui kerapatan isobar.[21]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Arti kata angin - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online". kbbi.web.id. Diakses tanggal 2020-12-14. 
  2. ^ Arsyad, Sofyan (1983). Ilmu Iklim dan Pengairan. Jakarta: CV. Yasaguna. 
  3. ^ a b Grebner, Donald L.; Bettinger, Pete; Siry, Jacek P. (2013-01-01). Grebner, Donald L.; Bettinger, Pete; Siry, Jacek P., ed. Introduction to Forestry and Natural Resources (dalam bahasa Inggris). San Diego: Academic Press. hlm. 323–358. doi:10.1016/b978-0-12-386901-2.00014-2. ISBN 978-0-12-386901-2. 
  4. ^ "Energy - Student Resources: Wind". ei.lehigh.edu. Diakses tanggal 2020-12-14. 
  5. ^ Aldrian, dkk. (2011). Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. hlm. 15. 
  6. ^ Pattinaja, Y.I., Nadeak, R., Suhono, L., Widodo, A., Purwanto, A., dan Wahyu (2019). Buku Saku ENSIKLOPEDIA KELAUTAN DAN PERIKANAN Edisi 1. Sidoarjo: Zifatama Jawara. hlm. 20. ISBN 978-602-5815-64-5. 
  7. ^ Sukses Sains Fisika 1: Ringkasan Materi dan Kumpulan Soal. Grasindo. ISBN 978-979-025-170-0. 
  8. ^ Dr. Steve Ackerman (1995). "Sea and Land Breezes". University of Wisconsin. Diakses tanggal 2006-10-24. 
  9. ^ JetStream: An Online School For Weather (2008). "The Sea Breeze". (tidak lagi berfungsi) National Weather Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-23. Diakses tanggal 2006-10-24. 
  10. ^ Levy, Matthys (2007). Why the Wind Blows: A History of Weather and Global Warming (dalam bahasa Inggris). Upper Access Books. ISBN 978-0-942679-31-1. 
  11. ^ "What is Foehn Wind?". www.hko.gov.hk (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-12-14. 
  12. ^ "Foehn effect". Met Office (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-12-14. 
  13. ^ Strauss, Sarah (2007). "An Ill Wind: The Foehn in Leukerbad and Beyond". The Journal of the Royal Anthropological Institute. 13: S165–S181. ISSN 1359-0987. 
  14. ^ Winarno, dkk. 2019, hlm. 48-49.
  15. ^ Sucahyono S., D., dan Ribudiyanto, K. (2013). Cuaca dan Iklim Ekstrim di Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. hlm. 15. ISBN 978-602-1282-00-7. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-05-22. Diakses tanggal 2020-12-30. 
  16. ^ Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007, hlm. 43.
  17. ^ Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007, hlm. 44.
  18. ^ Patriani, dkk. (2019). Klimatologi dan Lingkungan Ternak (PDF). Medan: USU Press. hlm. 42. ISBN 978-602-465-123-7. 
  19. ^ Winarno, dkk. 2019, hlm. 50.
  20. ^ Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (2009). Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta Timur: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. hlm. 31. ISBN 978-602-95370-1-7.  [pranala nonaktif permanen]
  21. ^ a b Tjasyono HK., dan Harijono 2012, hlm. 34-35.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  1. Tjasyono HK., B., dan Harijono, S. W. B. (2012). Meteorologi Indonesia Volume II: Awan dan Hujan Monsun (PDF) (edisi ke-4). Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. ISBN 978-979-99507-6-5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-06-03. Diakses tanggal 2020-12-30. 
  2. Wirjohamidjojo, S., dan Swarinoto, Y. S. (2007). Praktek Meteorologi Pertanian (PDF). Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. ISBN 978-979-1241-05-2. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-05-22. Diakses tanggal 2020-12-30. 

Bacaan terkait

[sunting | sunting sumber]
  • Buku LLC, 2010. Iklim di Kanada: Angin Chinook, Kekeringan di Kanada, Suhu di Kanada, Iklim di Manitoba, Selat Northumberland iklim mikro, Snowbelt. ISBN 1-156-42440-2.
  • C. Donald Ahrens, 2000. Essentials of Meteorology: An Invitation to the Atmosphere (with CD-ROM). 3rd Edition. Brooks Cole.
  • Dr. Gary L. Johnson, 2006. Wind Energy Systems by Dr. Gary L. Johnson. Edition. University Reprints.
  • Stefan Emeis, 2012. Wind Energy Meteorology: Atmospheric Physics for Wind Power Generation (Green Energy and Technology). 2013 Edition. Springer.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]